Dampak Stres
dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
ABSTRAK
Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa
gaji merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa sudah
memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak
mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi
termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Stres tidak
dengan sendirinya harus buruk. Walaupun
stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai
positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang
potensial
Tugas manajemen salah satunya agar karyawan mengelola stres kerja dan memiliki
semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya
karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan
lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki
kinerjanya. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dan terhindarnya stres
kerja maka produktivitas pun akan meningkat. Oleh karena itu kepuasan kerja
mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena
menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
BAB I
PENDAHULUAN
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan.
Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka
laju roda perusahaan pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan
kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana
mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak memiliki
semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang
rendah serta mengalami stres kerja. Adalah
menjadi tugas manajemen agar karyawan mengelola stres kerja dan memiliki
semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya
karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan
lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki
kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung
melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia
bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi
perusahaan untuk mengenal faktor-faktor apa saja penyebab stres kerja dan yang
membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja
karyawan dan terhindarnya stres kerja maka produktivitas pun akan meningkat.
Di dalam lingkungan kerja, ketegangan yang sering dialami oleh karyawan
akan mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam menyelesaikan tugasnya.
Keadaan itu bisa mengakibatkan menurunnya prestasi kerja yang tentunya sangat
merugikan diri karyawan dan perusahaan. Timbulnya ketegangan seperti
digambarkan di atas pada hakikatnya disebabkan oleh tiga faktor, yakni masalah
organisasi di lingkungan kerja, faktor si karyawan, dan hal lain yang
berhubungan dengan masyarakat. Bisa terjadi seorang karyawan mengalami
ketegangan karena ketiga faktor atau salah satu faktor saja.
Faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan ketegangan pada diri
seseorang antara lain masalah administrasi, tekanan yang tidak wajar untuk
menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan situasi kerja, struktur birokrasi yang
tidak tepat, sistem manajemen yang tidak sesuai, perebutan kedudukan,
persaingan yang semakin ketat untuk memperoleh kemajuan, anggaran yang terbatas,
perencanaan kerja yang kurang baik, jaminan pekerjaan yang tidak pasti, beban
kerja yang semakin bertambah dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan
pekerjaan. Kepuasan kerja dalam teori
motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan
tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya
dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam
kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan
perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas
kerja. Stres yang dialami karyawan dan kepuasan kerja yang didambakan seolah
merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis.
Melihat pengaruh yang sangat penting
antara stres kerja dan tingkat kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan maka
dalam makalah ini penulis tertarik mengambil judul ” Dampak Stres dan Tingkat
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan”.
BAB II
PENGERTIAN STRES KERJA, KEPUASAN KERJA
DAN KINERJA KARYAWAN
A.
Pengertian Stres Kerja
1. Pengertian Stres
Stres adalah suatu kondisi dinamik
yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala
(constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang
sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan
penting. (Schuler : 1980) “Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh
terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit
fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres
tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya
tahan tubuh pada saat tersebut.” (wikipedia.de/stress).
Stres tidak dengan sendirinya
harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga
mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu
menawarkan perolehan yang potensial. Perhatikan misalnya kinerja yang unggul
yang ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam situasi-situasi yang
“mencekam”. Individu semacam itu sering menggunakan stres secara positif untuk
meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,
misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif
adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau
gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Gejala Stres Cary
Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres dapat berupa
tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih
yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham, tidak
berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan
semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat keputusan,
hilangnya kreativitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat
terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu
sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel
menjadi meledak-ledak.
Dari beberapa
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia
terpaksa memberikan tanggapan melcbihi kernampuan penyesuaian dirinya terhadap
suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri
para karyawan berkembang berbagai
macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
2. Pengertian
Stres Kerja
Robbins memberikan definisi stres
sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan,
hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak
dapat dipastikan (Robbins dalam Dwiyanti,
2001:75). Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya stres kerja
adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada
semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi
daya tahan stres seorang karyawan. Luthans
(dalam Yulianti, 2000:10)
mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang
dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi
dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan
tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres
kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam
menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati
sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya
stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang
kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik individu.
Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor penyebab atau
sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu Faktor Lingkungan Kerja dan
Faktor Personal (Dwiyanti, 2001:75).
a. Faktor Lingkungan Kerja
Faktor lingkungan kerja dapat berupa
kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.
b. Faktor
Personal
Faktor personal bisa berupa tipe
kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi
keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun
faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun
karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan
sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai
berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan
cenderung
muncul pada para karyawan yang tidak
mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa
berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Begitu juga
ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan
maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres.
2. Tidak adanya
kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan
seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami
stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi
tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres
kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau
komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak
diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti
memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang
paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.
Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah
perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi
jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.
4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi
lingkungan kerja fisik ini bisa
berupa suhu yang terlalu panas,
terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang
terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan
pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam
pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil
tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada
kebisingan dibanding yang lain
5. Manajemen
yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan
para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat
sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu
mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan
keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan,
membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang
akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan
menimbulkan stres
6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian
tipe A cenderung
mengalami stres dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe
ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak
sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama,
cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung
berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non
kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema ketika
mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan
memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan
akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung
7. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres
kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan,
perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan,
peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus
menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang
ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh
perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.
B. Pengertian Kepuasan Kerja
Pengertian
Kepuasan Kerja Luthans (1998:126) merumuskan kepuasan kerja adalah suatu
keadaan emosi seseorang yang positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan
penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya. Setiap karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin
banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan aspek-aspek diri
individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya.
Kepuasan kerja dapat mengakibatkan pengaruh terhadap tingkat turn-over dan tingkat absensi terhadap
kesehatan fisik dan mental karyawan serta tingkat kelambanan.
Kepuasan dapat dirumuskan sebagai
respon umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai
hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang
pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi mempunyai seperangkat
keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman
masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi
di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini
akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang
didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa
menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi
kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja,
pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam
persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja
dengan kondisi organisasi tempat bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat,
bakat, penghasilan dan insentif.
Tenaga kerja
yang puas dengan pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya. Keyakinan
bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak
terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama
bertahun-tahun (Robbins, 2001:26). Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi,
karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai
kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang
seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat
lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan
yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan
perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan,
dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih baik daripada karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti
penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan
keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
Kepuasan kerja
merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga
kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan
mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik pekerjaan, gaji,
penyeliaan, rekan-rekan sejawat yang menunjang dan kondisi kerja yang
menunjang.
C.
Pengertian
Kinerja Karyawan
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa
Indonesia dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan kata dari bahasa asing
prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi
merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah
amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak
mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi
menghadapi krisis yang serius. Kesan - kesan buruk organisasi yang mendalam
berakibat dan mengabaikan tanda - tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Pengertian Kinerja :
1.
Kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Mangkunegara, 2001: 67). Selain
itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang
dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.
2.
Menurut
Veizal Rivai (2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan”.
BAB III
PEMBAHASAN
Perkembangan ekonomi yang cepat,
perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai
akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat
merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan
ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka
akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain
itu mereka harus menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan
kesejahteraan berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan lebih
giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap
level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali
memicu terjadinya stres kerja.
Dalam hubungan dengan pekerjaan
atau profesi yang ditekuni setiap orang memiliki kemampuan berbeda untuk
menyangga beban pekerjaannya. Interaksi
manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja menyebabkan efek
positif ataupun efek negatif. Sikap
positif terhadap pekerjaan membuat karyawan menganggap stresor dari pekerjaan
sebagai suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga dapat memperlemah terjadinya
stres namun, sebaliknya bila karyawan tidak mampu menghadapi stresor dari
pekerjaan maka hal tersebut akan membuat karyawan mengalami stres. Charles dan Sharason (1988, hal 29)
menjelaskan bahwa stres kerja terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang
atau tidak sesuai dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam
pekerjaan menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa
akibat kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres antara lain adalah
ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat fisiologis
dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut
kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres
antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi
(Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
Ada beberapa alasan mengapa masalah
stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat
ini, di antaranya adalah:
1.
Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangatdibicarakan, dan
posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktivitas kerja karyawan.
2. Selain dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu
disadari dan dipahami keberadaannya.
3. Pemahaman akan sumber-sumber
stres yang disertai dengan pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah
penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi
kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif.
4. Banyak di antara kita yang hampir pasti
merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun
sebagai bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.
5. Dalam zaman kemajuan di segala
bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di situ pihak peraiatan
kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban kerja di
satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan
menuntut energi pegawai yang lebih besar dari yang sudah-sudah. Sebagai
akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf yang cukup
tinggi menjadi semakin terasa.
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan
dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam
proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di
dalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian
stres secara umum.
A. Dampak Stres Kerja
Sumber stres yang menyebabkan
seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit,
tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit
stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu lingkungan
pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang
bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar
perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga
kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian
dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu
faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan
karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel
(dalam Munandar, 2001:381 - 401):
1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Termasuk dalam kategori ini ialah
tuntutan fisik dan tuntutan tugas.
Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas
mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
2. Peran Individu dalam
Organisasi.
Setiap
tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap
tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan
aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun
demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa
menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit
stres yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
3.
Pengembangan
Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir
meliputi :
•
Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
• Peluang mengembangkan ketrampilan yang baru
•
Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir.
Pengembangan
karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian
pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan Kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan
yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi.
Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi,
yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai
antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang
rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan
kerjanya
5.
Struktur
dan iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam
kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau
berperan serta pada support sosial. Kurangnya
peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan
suasana hati dan perilaku negalif. Peningkatan peluang untuk berperan serta
menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan
mental dan fisik.
Tuntuan
dari Luar Organisasi /Pekerjaan Kategori Pembangkit stres potensial ini
mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat
memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan,
kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang
bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan,
semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana
halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan
keluarga dan pribadi.
Ciri-Ciri Individu Menurut pandangan interaktifdari stres, stres
ditcntukan pula oleh individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai
penuh stres. Reaksireaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh
stres. Reaksi-reaksi
psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil
dari interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang
khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan,
nilai-nilai,
pengalaman masa lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi,
pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri
individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang
merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan
bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres
potensial.
B. Dampak Stres Kerja Pada
Karyawan
Pengaruh stres kerja ada yang
menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha
mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres
(flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi
ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang
mengalami stres antara lain : (a) bekerja melewati batas kemampuan, (b)
kelerlambatan masuk kerja yang sering, (c) ketidakhadiran pekerjaan, (d)
kesulitan membuat kepulusan, (e) kesalahan yang sembrono, (f) kelaiaian
menyelesaikan pekerjaan, (g) lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan
diri sendiri, (h) kesulitan berhubungan dengan orang lain, (i) kerisauan
tentang kesalahan yang dibuat, (j) Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat
pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
C.
Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah
timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen
stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara
adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak
boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di
tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih
keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan
apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih
jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang
lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian
penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul
terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja.
Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa
tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan
tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab
tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak
menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat.
Dari
sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya
mengalami stres yang ringan. Alasannya
karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal
ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau
stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan
bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan
hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk menibcrikan
tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untuk
memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan
sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka
diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stress.
D. Dampak Stres Terhadap Perusahaan
Sebuah organisasi dapat dianalogikan
sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka
akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan
menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika
banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress kerja, maka
produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stress yang
dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat
berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang
bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan
Penyakit Organisasi.
Randall Schuller (1980),
mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap
organisasi. Menurut peneliti ini, stress
yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja,
peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat
berupa:
1.
Terjadinya
kekacauan, hambatan baik dalam
manajemen maupun
operasional kerja.
2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.
3. Menurunkan tingkat produktivitas.
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan
perusahaan.
Kerugian finansial yang dialami
perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak
karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak
selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan
yang berulang.
Sedangkan gejala stres di tempat kerja,
yaitu meliputi:
• Kepuasan kerja rendah
• Kinerja yang menurun
• Semangat dan energi menjadi hilang
• Komunikasi tidak lancar
• Pengambilan keputusan jelek
• Kreativitas dan inovasi kurang
• Bergulat pada tugas-tugas yang tidak
produktif.
Pendekatan
dalam mengelola stres :
1.
Pendekatan
Individu
Seorang karyawan dapat berusaha
sendiri untuk mcngurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan
waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan
tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan
latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu
menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang
dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi
terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega,
keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya
2. Pendekatan Organisasi
Beberapa penyebab stres adalah
tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang scmuanya
dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh
karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk
mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan
tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi
organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan
menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan
mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan
interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
E.
Dampak
Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Faktor penting yang mempengaruhi
prestasi kerja adalah motivasi kerja. Motivasi berasal dari kata motive. Motive adalah keadaan dalam diri
seseorang yang menimbulkan kekuatan, menggerakkan, mendorong, mengarahkan,
motivasi. Semakin besar motivasi kerja karyawan semakin tinggi prestasi
kerjanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor
yang sangat penting dalam peningkatan prestasi kerja. Selain ditentukan oleh motivasi kerjanya, prestasi kerja karyawan juga ditentukan
oleh kepuasan kerjanya.
Kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan
mereka. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dari sikap karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di lingkungan kerjanya. Menjadi kewajiban setiap pemimpin perusahaan
untuk menciptakan kepuasan kerja bagi para karyawannya, karena kepuasan kerja
merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja
karyawan agar karyawan dapat bekerja dengan baik dan secara langsung akan
mempengaruhi prestasi karyawan. Seorang manajer juga dituntut agar memberikan suasana
kerja yang baik dan menyenangkan juga jaminan keselamatan kerja sehingga
karyawan akan merasa terpuaskan. Kepuasan
kerja menjadi menarik untuk diamati karena memberikan manfaat, baik dari segi
individu maupun dari segi kepentingan industri. Bagi individu diteliti tentang sebab dan
sumber kepuasan kerja, serta usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kepuasan kerja individu, sedangkan bagi industri, penelitian dilakukan untuk
kepentingan ekonomis, yaitu pengurangan biaya produksi dan peningkatan produksi
yang dihasilkan dengan meningkatkan kepuasan kerja. Salah satu cara yang
ditempuh departemen personalia untuk meningkatkan prestasi kerja, adalah
melalui pemberian upah berdasarkan sistem insentif. Sistem insentif adalah
sistem pemberian upah berdasarkan prestasi kerja karyawan. Tujuan sistem insentif pada hakekatnya adalah
untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam berupaya meningkatkan prestasi
kerjanya dengan menawarkan perangsang finansial bagi karyawan yang mampu
mencapai prestasi kerja tinggi. Atas dasar itulah diperkirakan pemberlakuan
sistem insentif akan mampu membuat karyawan termotivasi untuk meningkatkan
prestasi kerjanya, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi
perusahaan.
Peningkatan kepuasan kerja
karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari peranan pemimpin
dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen
yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu
perusahaan, pemimpin merupakan pencetus tujuan, merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan seluruh sumber daya yang
dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnya.
Oleh sebab itu pemimpin suatu
organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang
mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak
hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan
perusahaan. Mengingat perusahaan
merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan
seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan
kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18).
Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan
kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan
kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja
karyawan.
Karakteristik pekerjaan merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, model
karakteristik pekerjaan (job characteristics
models) dari Hackman dan Oldham (1980) adalah suatu pendekatan terhadap
pemerkayaan jabatan (job enrichment)
yang dispesifikasikan kedalam 5 dimensi karakteristik inti yaitu keragaman
ketrampilan (skill variety), Jati
diri dari tugas (task identity),
signifikansi tugas (task significance),
otonomi (autonomy) dan umpan balik (feed back).
Setiap dimensi inti dari pekerjaan
mencakup aspek besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
seseorang, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka
seseorang akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan
pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa
kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam
menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan
inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan
demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini merupakan fungsi dan faktor
pribadi. Kelima karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan
psikologis yang penting bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul
tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya,
ketiga kondisi psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal,
kualitas kinerja, kepuasan kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.
Karakteristik pekerjaan seorang karyawan jelas terlihat desain pekerjaan
seorang karyawan. Desain pekerjaan menentukan bagaimana pekerjaan dilakukan oleh
karena itu sangat mempengaruhi perasaan karyawan terhadap sebuah pekerjaan,
seberapa pengambilan keputusan yang dibuat oleh karyawan kepada pekerjaannya,
dan seberapa banyak tugas yang harus dirampungkan oleh karyawan. Rendahnya kepuasan kerja dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif seperti mangkir kerja, mogok kerja, kerja lamban,
pindah kerja dan kerusakan yang disengaja. Karyawan yang tingkat kepuasannya
tinggi akan rendah tingkat kemangkirannya dan demikian sebaliknya,
organisasi-organisasi dengan karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih
efektif dari pada organisai-organisasi dengan karyawan yang tak terpuaskan
sehingga dapat meningkatkan produktivitas organisasi dan salah satu penyebab
timbulnya keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada tempat kerja sekarang.
(Robbins,2001) Fungsi kepuasan kerja
adalah:
a. Untuk meningkatkan disiplin
karyawan dalam menjalankan tugasnya. Karyawan akan datang tepat waktu dan akan
menyelesaikan tugasnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
b. Untuk meningkatkan semangat kerja
karyawan dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Kepuasan kerja staff
merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja
staff. Keberhasilan seorang staff dalam bekerja, akan secara langsung
mempengaruhi prestasi kerjanya di kemudian hari.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan
kepuasan kerja staff, meliputi :
1). Faktor Individual (umur, jenis
kelamin dan sikap pribadi terhadap pekerjaan)
2). Faktor Hubungan antar staff, yang di dalamnya termasuk: hubungan antara
manajer dan staff, hubungan sosial diantara sesama, sugesti dari teman sekerja,
faktor fisik dan kondisi tempat kerja, emosi dan situasi kerja.
3). Faktor Eksterna, meliputi: keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan.
Keberadaan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan motivasi bagi staff untuk
memperoleh tingkat kepuasan kerja.
Kepuasan kerja pada dasarnya
merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu staff memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang
dianutnya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan
dan sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang
didapat.
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Pertama, efektivitas dan efisiensi.
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya
bias dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi
apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting
dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif
dinamakan tidak efisien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting
atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.
Kedua, otoritas (wewenang).
Arti otoritas adalah sifat dari
suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki
(diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk
melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan
tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan yang
tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
Ketiga, disiplin.
Disiplin adalah taat kepada hukum
dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang
bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi di mana dia
bekerja.
Keempat, inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam
bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Jadi, inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi
kinerja organisasi.
BAB IV
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja dikarenakan adanya ketidakseimbangan
antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya
dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat
mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.
Faktor-faktor di pekerjaan
yang dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar
yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi,
pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim
organisasi.
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah
dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya,
yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif.
Secara empirik, ada hubungan antara
kepuasan kerja dengan produktivitas. Kepuasan kerja pegawai yang tinggi dapat
membuat pegawai bekerja dengan lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas. Kepuasan kerja juga
penting untuk aktualisasi diri. Pegawai dengan kepuasan kerja tinggi akan
mencapai kematangan psikologis.
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo,
2007. Manajemen Kinerja, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
http://www.google.co.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja”
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/11/faktor-faktor-yang-mendorong
– kepuasan.html
http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stress_Kerja_pengertian_dan_pengenalan.