HAMBATAN
PENERAPAN K3 PADA UMKM
(STUDI
TINJAUAN LAPORAN KEGIATAN PELAYANAN K3 DI UMKM
PERIODE
2007 s/d 2011)
ABSTRAK
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan
Kerja merupakan salah satu faktor sangat penting dalam suatu pekerjaan, karena
dengan tidak adanya K3 akan tidak diragukan lagi banyak terjadi kecelakaan
dalam kerja yang bersifat ringan sampai yang berat. Kebanyakan perusahaan juga
merasa keberatan dengan adanya K3 karena setiap perusahaan merasa mereka harus
mengeluarkan biaya tambahan. Padahal tidak demikian, K3 merupakan langkah
penghematan dan meningkatkan produktivitas. Karena dengan K3 perusahaan tidak
di bebani dengan biaya kecelakaan atau kesehatan tenaga kerja karena
keselamatan dan kesehatan dalam kerja sudah terjamin. Pemerintah membuat aturan
K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja,
yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran; mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; memberi kesempatan atau
jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-alat
perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam penerapan K3 diperusahaan
terutama di perusahaan kecil dan menengah, (UMKM) akan disampaikan studi
tinjauan laporan kegiata pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011. Adapun
hambatan penerapan K3 disebabkan
beberapa faktor: 1) Manajemen perusahaan masih memberikan prioritas
rendah pada program K3, 2) Program yang dilaksanakan lebih banyak program
kuratif dibandingkan dengan program preventif dan promotif sehingga tampak
sebagai pengeluaran saja. dan 3) kurangnya pengetahuan baik pihak manajemen maupun
karyawan mengenai K3. dan 4) Lemahnya pengawasan oleh pemerintah. Oleh karena itu penerapan K3 harus diupayakan
agar mampu menunjukan hasil yang menguntungkan, tidak saja bagi tenaga kerja tetapi juga bagi
perusahaan
.
Kata kunci: K3, UMKM
______________________________________________________
1. PENDAHULUAN
K3 atau Keselamatan dan
Kesehatan Kerja merupakan salah satu faktor sangat penting dalam suatu
pekerjaan, karena dengan tidak adanya K3 tidak diragukan lagi banyak terjadi
kecelakaan kerja yang bersifat ringan sampai yang berat. Kebanyakan perusahaan juga merasa
keberatan dengan adanya K3 karena setiap perusahaan atau industri merasa mereka
harus mengeluarkan biaya tambahan. Padahal
tidak demikian, K3 merupakan langkah penghematan dan meningkatkan
produktivitas. Dengan K3, perusahaan tidak dibebani dengan biaya kecelakaan
atau kesehatan tenaga kerja karena keselamatan dan kesehatan dalam kerja
sudah terjamin. Pemerintah
membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan;
memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan
mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap,
uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
Oleh karena itu K3 perlu
diterapkan di semua tempat kerja untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Namun kenyataannya penerapan K3 di perusahaan terutama di perusahaan kecil dan
menengah masih jauh dari yang diharapkan. Program-program K3 sering menempati
prioritas yang rendah dan terakhir bagi manajemen perusahaan . Menyadari
pentingnya K3 bagi tenaga kerja di tempat kerja, maka mau tidak mau upaya untuk
meningkatkan K3 harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak, baik
pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam
manajemen perusahaan. Dengan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja yang baik,
absen kerja karena sakit akan menurun,
biaya pengobatan dan perawatan juga menurun, kerugian akibat kecelakaan akan
berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih
tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan
maupun pemberi kerja akan meningkat (Markkanen, P.K. 2004)
Untuk itu Penulis berinisiatif untuk
melakukan kajian tentang pentingnya penerapan K3, khususnya pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011.. Hal ini dalam upaya pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja secara menyeluruh.
2. METODA
Penulisan kajian ini merupakan
hasil studi tinjauan laporan kegiatan pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d
2011.
.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil studi tinjauan
laporan kegiatan pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011 dapat diperoleh
data bahwa pimpinan perusahaan dan tenaga kerja memahami bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja penting dalam meningkatkan produktivitas perusahaannya. Hal ini
tampak dari saat penerimaan karyawan baru, pelamar harus melampirkan surat
keterangan sehat dan setiap pembelian mesin / alat baru sudah ada prosedur pengamanannya.
Setiap tahun pada bulan K3 yaitu tanggal 12 Januari s/d 12 Pebruari, di mana
semua perusahaan diwajibkan melakukan upaya K3 disertai pemasangan bendera K3
dan diselenggarakan lomba K3 bahkan kampanye zero eccident. Namun dalam
penerapannya hanya baru dalam pemasangan bendera K3 dan hanya ceremonial
saja, itupun dilakukan setahun sekali. Penerapan selanjutnya dalam operasional usahanya,
keselamatan dan kesehatan kerja dilupakan atau diingat terakhir jika terjadi
kecelakaan. Gambaran seperti ini hampir serupa dari tahun ke tahun walaupun
bulan K3 dan lomba K3 diadakan setiap tahun.
Hasil kajian dari tinjauan
laporan kegiatan pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011 menunjukkan
bahwa faktor penghambat penerapan K3 di beberapa UMKM di di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1.
Petugas keselamatan dan kesehatan kerja belum
mampu menunjukkan keuntungan program keselamatan dan kesehatan kerja dalam
bentuk uang pada perusahaan. Selama ini tujuan penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja hanya pada tahap menciptakan tempat dan lingkungan kerja yang sehat dan
aman saja, sehingga karyawan selamat dan sehat dalam melaksanakan pekerjaannya.
Apabila tujuannya sampai disitu saja sudah dianggap selesai, wajarlah para
manejer menganggap program keselamatan dan kesehatan kerja hanya untuk
kepentingan tenaga kerja saja dan sebagai pengeluaran (cost) saja, dan para pengusaha tidak memprioritaskan angka kecelakaan dan angka kesakitan. Yang mereka
inginkan dari penerapan K3 adalah dapat menekan biaya atau mereka bisa saving
money atau berbahasa perusahaan Faktor inilah yang selalu menjadi kendala
karena pengusaha menginginkan manfaatnya dalam bentuk uang atau penghematan
uang, sedangkan penerapan K3 belum mampu menyuguhkan data.
2.
Manajemen perusahaan memberikan apresiasi yang rendah pada program K3 dalam program
kerja perusahaan. Pada setiap pengusulan, program K3 selalu dana sisa setelah
program yang lain selesai. Dalam hal ini
kemungkinan juga ada kaitannya karena petugas K3 belum mampu menunjukkan pada pengusaha
bahwa penerapan K3 mampu meningkatan keuntungan perusahaan.
3.
Di struktural perusahaan (struktur
organisasi), posisi bagian keselamatan dan kesehatan kerja di bawah personalia
(HRD). Dan pada setiap rapat operasional
tidak pernah, jika pernah hanya sesekali / jarang melibatkan tenaga keselamatan
dan kesehatan kerja.
4.
Jika ada masalah kecelakaan atau kesehatan, yang ditegur
pertama adalah tenaga keselamatan dan kesehatan kerja.
5.
Perhargaan dan insentif pada tenaga keselamatan
dan kesehatan kerja sangat rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena
petugas K3 belum mampu memberikan kontribusi dalam manajemen perusahaan baik
dalam upaya peningkatan produksi, peningkataan pemasaran, apalagi dalam
peningkatan keuntungan dalam bentuk uang.
Dari
hasil kajian tersebut, yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor
penghambat penerapan K3 adalah :
1.
Petugas K3 harus lebih banyak berkomunikasi
dan menganalisis hasil pelaksanaan program K3 sampai pada analisa cost and risk serta cost and benefit. Memang cara ini merupakan analisa
yang lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Tetapi jika hal ini
bisa dilakukan maka cara pandang manajemen terhadap petugas K3 akan berubah.
2.
Program K3 lebih banyak program kuratif
dibandingkan program Preventif dan Promotif.
Dalam melaksanakan tugasnya petugas K3 di perusahaan adalah upaya
pencegahan dan promosi agar keselamatan dan kesehatan tenaga kerja lebih baik,
sehingga mampu bekerja lebih efisien agar produktivitas kerjanya lebih tinggi.
Namun dalam prakteknya petugas kesehatan dan keselamatan kerja jarang
berkunjung ke tempat kerja karyawan, sehingga mereka kurang memahami apa yang
dilakukan karyawan sehingga tidak mampu memberikan solusi perbaikan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Tenaga keselamatan dan kesehatan
kerja boleh dibilang hanya memindahkan poliklinik rumah sakit ke perusahaan.
Ini berarti programnya lebih banyak kuratif, kurang memperhatikan
langkah-langkah preventif, apalagi upaya promotif. Padahal tindakan preventif
dan promotif merupakan program utama dalam upaya meningkatkan efisiensi kerja
untuk meningkatkan produktivitas kerja. Kalau hanya kuratif yang dikerjakan
wajar sepintas hanya pengeluaran saja.
3.
Kurangnya pengetahuan mengenai K3 dari
pihak manajemen maupun
karyawan. Pengetahuan
manajemen dan karyawan mengenai K3 masih sangat kurang sehingga sering menjadi
faktor penghambat dalam penerapan K3. Tetapi melalui penjelasan mengenai maksud
dan tujuan diterapannya K3 sering membantu memperlancar bahkan menjadi pemacu
program selanjutnya. Oleh karena itu sebelum menerapkan program K3, haruslah
dijelaskan dengan sebaik-baiknya maksud dan tujuan program yang akan diterapkan
kepada manajemen maupun karyawan.
4. Pengawasan dan penerapan
sangsi yang lemah oleh pemerintah.
Penerapan
peraturan yang tidak disertai dengan pengawasan dan sangsi yang ketat dari
pemerintah. Namun dengan adanya tuntutan konsumen atau para importir
pelaksanaan K3 menjadi kategori diterima atau tidaknya produk suatu perusahaan
maka mau tidak mau program K3 harus dilaksanakan.
4.
KESIMPULAN
Dari
beberapa hasil observasi di UMKM wilayah Jakarta Timur,sejak tahun 2009, dapat
disimpulkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan kerja masih banyak
dijumpai. Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya produktivitas tenaga
kerja. Penerapan K3 sering ditempatkan
pada prioritas rendah dan terakhir dalam operasional perusahaan, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor:
1.
Petugas K3 belum mampu menunjukkan keuntungan dari program K3-nya atau belum
mampu berkomunikasi dengan manajemen perusahaan.
2.
Dalam menerapkan program K3, petugas lebih banyak melaksanakan program kuratif
dibanding program preventif dan promotif..
3.
Kurangnya pengetahuan mengenai K3 dari pihak manajemen maupun karyawan.
4.
Pengawasan dan sangsi yang lemah dari pemerintah dimanfaatkaan manajemen
sehingga kurang memperhatikan penerapan K3.
5.
SARAN
Agar
pelaksanaan program K3 dapat berjalan baik untuk membantu peningkatan produktivitas
perusahaan dan kesejahteraan tenaga kerja, maka semua pihak harus bekerjasama
secara sinergis: 1). Pengusaha (pemberi kerja) harus menyadari bahwa
pelaksanaan K3 untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu
Program K3 harus diikutkan dalam operasional perusahaan. 2). Karyawan sebagai
tenaga kerja harus mentaati aturan K3 dengan baik dan benar yang merupakan
kewajibannya dalam melaksanakan pekerjaan. 3). Pemerintah (pengawas) harus
melakukan tugas pengawasan dengan benar, konsekuen dengan penerapan sangsi yang
tegas (tanpa pandang bulu). dan 4). Perguruan tinggi melalui proyek penelitian dan
pengabdian masyakarakatnya harus berpatisipasi aktif dalam penerapan program K3.
6. DAFTAR PUSTAKA
Donald, I., and S.
Young. 1996. Managing Safety : An Attitudinal-Based
Approach To Improving Safety In Organizations”. Journal of Leadership and
Organization Development, Vol. 13
No. 20. MCB University Press.
International Labour Organization. 2002. Handbook
for Unions. Geneva : International
Labour Office.
Markkanen, P.K. 2004.
Occupational Safety and Health in Indonesia. Manila : ILO Subregional Office for
South-East Asia and The Pasifik
Werther, W.B., and K. Davis. 2003. Human Resources and Personnel Management,
5th Ed. Singapore. McGraw-Hill Companies, Inc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar