Minggu, 23 Desember 2012


HAMBATAN PENERAPAN K3 PADA UMKM
(STUDI TINJAUAN LAPORAN KEGIATAN PELAYANAN K3 DI UMKM
PERIODE 2007 s/d 2011)

ABSTRAK
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu faktor sangat penting dalam suatu pekerjaan, karena dengan tidak adanya K3 akan tidak diragukan lagi banyak terjadi kecelakaan dalam kerja yang bersifat ringan sampai yang berat. Kebanyakan perusahaan juga merasa keberatan dengan adanya K3 karena setiap perusahaan merasa mereka harus mengeluarkan biaya tambahan. Padahal tidak demikian, K3 merupakan langkah penghematan dan meningkatkan produktivitas. Karena dengan K3 perusahaan tidak di bebani dengan biaya kecelakaan atau kesehatan  tenaga kerja karena keselamatan dan kesehatan dalam kerja sudah terjamin. Pemerintah membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam penerapan K3 diperusahaan terutama di perusahaan kecil dan menengah, (UMKM) akan disampaikan studi tinjauan laporan kegiata pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011. Adapun hambatan penerapan K3 disebabkan  beberapa faktor: 1) Manajemen perusahaan masih memberikan prioritas rendah pada program K3, 2) Program yang dilaksanakan lebih banyak program kuratif dibandingkan dengan program preventif dan promotif sehingga tampak sebagai pengeluaran saja. dan 3) kurangnya pengetahuan baik pihak manajemen maupun karyawan mengenai K3. dan 4) Lemahnya pengawasan oleh pemerintah.  Oleh karena itu penerapan K3 harus diupayakan agar mampu menunjukan hasil yang menguntungkan,  tidak saja bagi tenaga kerja tetapi juga bagi perusahaan
.
Kata kunci: K3, UMKM
______________________________________________________









1.  PENDAHULUAN
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu faktor sangat penting dalam suatu pekerjaan, karena dengan tidak adanya K3 tidak diragukan lagi banyak terjadi kecelakaan kerja yang bersifat ringan sampai yang berat. Kebanyakan perusahaan juga merasa keberatan dengan adanya K3 karena setiap perusahaan atau industri merasa mereka harus mengeluarkan biaya tambahan.  Padahal tidak demikian, K3 merupakan langkah penghematan dan meningkatkan produktivitas. Dengan K3, perusahaan tidak dibebani dengan biaya kecelakaan atau kesehatan  tenaga kerja karena keselamatan dan kesehatan dalam kerja sudah terjamin. Pemerintah membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
Oleh karena itu K3 perlu diterapkan di semua tempat kerja untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Namun kenyataannya penerapan K3 di perusahaan terutama di perusahaan kecil dan menengah masih jauh dari yang diharapkan. Program-program K3 sering menempati prioritas yang rendah dan terakhir bagi manajemen perusahaan . Menyadari pentingnya K3 bagi tenaga kerja di tempat kerja, maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan K3 harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja yang baik,  absen kerja karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan perawatan juga menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat (Markkanen, P.K. 2004)
Untuk itu Penulis berinisiatif untuk melakukan kajian tentang pentingnya penerapan K3, khususnya pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011..   Hal ini dalam upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara menyeluruh.

2.  METODA
Penulisan kajian ini merupakan hasil studi tinjauan laporan kegiatan pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011.
.
 3.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil studi tinjauan laporan kegiatan pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011 dapat diperoleh data bahwa pimpinan perusahaan dan tenaga kerja memahami bahwa keselamatan dan kesehatan kerja penting dalam meningkatkan produktivitas perusahaannya. Hal ini tampak dari saat penerimaan karyawan baru, pelamar harus melampirkan surat keterangan sehat dan setiap pembelian mesin / alat baru sudah ada prosedur pengamanannya. Setiap tahun pada bulan K3 yaitu tanggal 12 Januari s/d 12 Pebruari, di mana semua perusahaan diwajibkan melakukan upaya K3 disertai pemasangan bendera K3 dan diselenggarakan lomba K3 bahkan kampanye zero eccident.  Namun dalam penerapannya hanya baru dalam pemasangan bendera K3  dan hanya ceremonial saja, itupun dilakukan setahun sekali. Penerapan selanjutnya dalam operasional usahanya, keselamatan dan kesehatan kerja dilupakan atau diingat terakhir jika terjadi kecelakaan. Gambaran seperti ini hampir serupa dari tahun ke tahun walaupun bulan K3 dan lomba K3 diadakan setiap tahun.
Hasil kajian dari tinjauan laporan kegiatan pelayanan K3 di UMKM periode 2007 s/d 2011 menunjukkan bahwa faktor penghambat penerapan K3 di beberapa UMKM di di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.    Petugas keselamatan dan kesehatan kerja belum mampu menunjukkan keuntungan program keselamatan dan kesehatan kerja dalam bentuk uang pada perusahaan. Selama ini tujuan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja hanya pada tahap menciptakan tempat dan lingkungan kerja yang sehat dan aman saja, sehingga karyawan selamat dan sehat dalam melaksanakan pekerjaannya. Apabila tujuannya sampai disitu saja sudah dianggap selesai, wajarlah para manejer menganggap program keselamatan dan kesehatan kerja hanya untuk kepentingan tenaga kerja saja dan sebagai pengeluaran (cost) saja, dan para pengusaha tidak memprioritaskan  angka kecelakaan dan angka kesakitan. Yang mereka inginkan dari penerapan K3 adalah dapat menekan biaya atau mereka bisa saving money atau berbahasa perusahaan Faktor inilah yang selalu menjadi kendala karena pengusaha menginginkan manfaatnya dalam bentuk uang atau penghematan uang, sedangkan penerapan K3 belum mampu menyuguhkan data.
2.    Manajemen  perusahaan  memberikan  apresiasi  yang rendah pada program K3 dalam program kerja perusahaan. Pada setiap pengusulan, program K3 selalu dana sisa setelah program yang lain selesai.  Dalam hal ini kemungkinan juga ada kaitannya karena petugas K3 belum mampu menunjukkan pada pengusaha bahwa penerapan K3 mampu meningkatan keuntungan perusahaan.
3.    Di struktural perusahaan (struktur organisasi), posisi bagian keselamatan dan kesehatan kerja di bawah personalia (HRD).  Dan pada setiap rapat operasional tidak pernah, jika pernah hanya sesekali / jarang melibatkan tenaga keselamatan dan kesehatan kerja.
4.    Jika ada masalah  kecelakaan atau kesehatan, yang ditegur pertama adalah tenaga keselamatan dan kesehatan kerja.
5.    Perhargaan dan insentif pada tenaga keselamatan dan kesehatan kerja sangat rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena petugas K3 belum mampu memberikan kontribusi dalam manajemen perusahaan baik dalam upaya peningkatan produksi, peningkataan pemasaran, apalagi dalam peningkatan keuntungan dalam bentuk uang.
Dari hasil kajian tersebut, yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor penghambat penerapan K3 adalah :
1.    Petugas K3 harus lebih banyak berkomunikasi dan menganalisis hasil pelaksanaan program K3 sampai pada analisa cost and risk serta cost and benefit. Memang cara ini merupakan analisa yang lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Tetapi jika hal ini bisa dilakukan maka cara pandang manajemen terhadap petugas K3  akan berubah.
2.    Program K3 lebih banyak program kuratif dibandingkan program Preventif dan Promotif.  Dalam melaksanakan tugasnya petugas K3 di perusahaan adalah upaya pencegahan dan promosi agar keselamatan dan kesehatan tenaga kerja lebih baik, sehingga mampu bekerja lebih efisien agar produktivitas kerjanya lebih tinggi. Namun dalam prakteknya petugas kesehatan dan keselamatan kerja jarang berkunjung ke tempat kerja karyawan, sehingga mereka kurang memahami apa yang dilakukan karyawan sehingga tidak mampu memberikan solusi perbaikan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Tenaga keselamatan dan kesehatan kerja boleh dibilang hanya memindahkan poliklinik rumah sakit ke perusahaan. Ini berarti programnya lebih banyak kuratif, kurang memperhatikan langkah-langkah preventif, apalagi upaya promotif. Padahal tindakan preventif dan promotif merupakan program utama dalam upaya meningkatkan efisiensi kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja. Kalau hanya kuratif yang dikerjakan wajar sepintas hanya pengeluaran saja.
3.    Kurangnya    pengetahuan    mengenai    K3  dari  pihak  manajemen maupun
karyawan. Pengetahuan manajemen dan karyawan mengenai K3 masih sangat kurang sehingga sering menjadi faktor penghambat dalam penerapan K3. Tetapi melalui penjelasan mengenai maksud dan tujuan diterapannya K3 sering membantu memperlancar bahkan menjadi pemacu program selanjutnya. Oleh karena itu sebelum menerapkan program K3, haruslah dijelaskan dengan sebaik-baiknya maksud dan tujuan program yang akan diterapkan kepada manajemen maupun karyawan.
4. Pengawasan dan penerapan sangsi yang lemah oleh pemerintah.
Penerapan peraturan yang tidak disertai dengan pengawasan dan sangsi yang ketat dari pemerintah. Namun dengan adanya tuntutan konsumen atau para importir pelaksanaan K3 menjadi kategori diterima atau tidaknya produk suatu perusahaan maka mau tidak mau program K3 harus dilaksanakan.

4.    KESIMPULAN
Dari beberapa hasil observasi di UMKM wilayah Jakarta Timur,sejak tahun 2009, dapat disimpulkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan kerja masih banyak dijumpai. Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja.  Penerapan K3 sering ditempatkan pada prioritas rendah dan terakhir dalam operasional perusahaan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Petugas K3 belum mampu menunjukkan keuntungan dari program K3-nya atau belum mampu berkomunikasi dengan manajemen perusahaan.
2. Dalam menerapkan program K3, petugas lebih banyak melaksanakan program kuratif dibanding program preventif dan promotif..
3. Kurangnya pengetahuan mengenai K3 dari pihak manajemen maupun karyawan.
4. Pengawasan dan sangsi yang lemah dari pemerintah dimanfaatkaan manajemen sehingga kurang memperhatikan penerapan K3.

5.    SARAN
Agar pelaksanaan program K3 dapat berjalan baik untuk membantu peningkatan produktivitas perusahaan dan kesejahteraan tenaga kerja, maka semua pihak harus bekerjasama secara sinergis: 1). Pengusaha (pemberi kerja) harus menyadari bahwa pelaksanaan K3 untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu Program K3 harus diikutkan dalam operasional perusahaan. 2). Karyawan sebagai tenaga kerja harus mentaati aturan K3 dengan baik dan benar yang merupakan kewajibannya dalam melaksanakan pekerjaan. 3). Pemerintah (pengawas) harus melakukan tugas pengawasan dengan benar, konsekuen dengan penerapan sangsi yang tegas (tanpa pandang bulu). dan 4). Perguruan tinggi melalui proyek penelitian dan pengabdian masyakarakatnya harus berpatisipasi aktif dalam penerapan program K3.

6.     DAFTAR PUSTAKA

Donald, I., and S. Young.  1996.  Managing Safety : An Attitudinal-Based Approach To Improving Safety In Organizations”.  Journal of Leadership and Organization Development,  Vol. 13 No. 20. MCB University Press.

International Labour Organization.  2002. Handbook for Unions.  Geneva : International Labour Office.

Markkanen, P.K.  2004.  Occupational Safety and Health in Indonesia.  Manila : ILO Subregional Office for South-East Asia and The Pasifik

Werther, W.B., and K. Davis.  2003.  Human Resources and Personnel Management, 5th Ed. Singapore. McGraw-Hill Companies, Inc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar